Dalam upaya penataan regulasi kawasan tanpa rokok (KTR) di Jakarta, Dewan Perwakilan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta memutuskan untuk menghapus ketentuan larangan menjual rokok dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok. Keputusan ini menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai pihak, mulai dari kalangan kesehatan hingga pelaku usaha. Perubahan ini menunjukkan dinamika dalam penegakan regulasi KTR di ibu kota, yang tengah berusaha menyeimbangkan antara aspek kesehatan masyarakat dan kebutuhan ekonomi.
Bapemperda DKI Menghapus Larangan Penjualan Rokok dalam Raperda KTR
Bapemperda DKI Jakarta memutuskan untuk mencoret ketentuan larangan menjual rokok dari Raperda Kawasan Tanpa Rokok. Keputusan ini diambil setelah melalui proses diskusi dan peninjauan terhadap aspek regulasi yang lebih fleksibel, dengan pertimbangan bahwa larangan penjualan rokok dapat menghambat kegiatan ekonomi dan peluang usaha di wilayah Jakarta. Dengan dihapusnya larangan tersebut, pedagang dan toko-toko rokok di wilayah ibu kota kini memiliki ruang yang lebih leluasa dalam menjual produk mereka, meskipun tetap harus mengikuti ketentuan lain yang berlaku terkait kawasan tanpa rokok. Langkah ini menuai beragam pandangan, baik dari kalangan pengusaha maupun aktivis kesehatan masyarakat yang mengkhawatirkan dampaknya terhadap upaya pengendalian konsumsi rokok.
Dampak Penghapusan Larangan Rokok Terhadap Regulasi KTR di Jakarta
Penghapusan larangan menjual rokok dalam Raperda KTR berpotensi membawa dampak signifikan terhadap regulasi kawasan tanpa rokok di Jakarta. Secara praktis, hal ini dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap produk tembakau di berbagai lokasi, termasuk tempat umum dan fasilitas umum yang sebelumnya diatur ketat. Di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran bahwa potensi peningkatan konsumsi rokok akan berpengaruh negatif terhadap program kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya menurunkan angka perokok aktif dan mencegah anak-anak dan remaja terpapar rokok. Regulasi yang lebih longgar ini bisa menimbulkan tantangan baru bagi aparat penegak regulasi KTR, sehingga memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif agar tetap menjaga keberhasilan program Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta.










